Friday, November 08, 2002

Sebentar Lagi: Nita & Enda's 1st Anniversary

Enda is my best friend. Pernikahannya merupakan suatu hal yang istimewa buat gua. Kenapa bisa istimewa? Pertama, karena gue dibalap sama Enda. Kedua, karena gua kadang2 masih nggak percaya, kok bisa-bisanya Enda kawin, padahal rasanya dulu masih kanak-kanak. Hehehe... Ketidakpercayaan ini muncul karena gua melihat dia tumbuh: dari seorang ABG, menjadi aktivis, menjadi ketua himpunan, dan tiba-tiba menjadi seorang SUAMI.

Dulu gua sering menginap di rumah Enda. Dan itu biasanya tanpa ba-bi-bu, langsung dateng ke rumahnya. Sekarang? Wah, nggak bisa seenak udel kayak dulu, pan sudah jadi suami, pan sudah punya istri.

Beberapa hari lagi, genap setahun mereka menikah. Gua iseng-iseng membaca archive email, dan menemukan email ini. Email ini gua posting di mailing list Toelalieth, milis kelas gue dan Enda waktu SMA dulu. Sekedar untuk mengenang, gua posting ulang di sini.

To Enda and Nita: Happy Anniversary. Semoga kalian bahagia selalu :-)



From: "Bimo H. Purbo" (bimohp@trabas.com)
Date: Wed Nov 14, 2001 11:34 pm
Subject: Laporan pandangan mata pernikahan Enda

Hmmm...baiklah mungkin diriku saksi mata yang datang lebih awal dan pulang lumayan akhir di antara teman-teman toelalieth

Jam 09:05
Gua sampai di Graha Bhayangkara, dari luar gedung terdengar sayup-sayup suara orang mengaji. Masuk ke gedung, rupanya prosesi akad nikah sudah dimulai. Tampak Enda dan Nita sedang duduk di tengah ruangan, berhadap-hadapan dengan ayahnya Nita dan petugas dari KUA.

Mereka berbaju kuning-sangat-muda, bernuansa emas di sana-sini, terlihat mencolok di antara para tamu yang hadir. Enda saat itu berjenggot tebal serta berkumis tipis, dan memiliki satu keanehan. Keanehan ini baru gue sadari setelah seseorang nyeletuk: kalo nikah, orang hitam bisa jadi putih ya?

Rupa-rupanya Enda tidak terlalu serius mendengarkan orang mengaji, buktinya mata Enda jelalatan ke sana kemari diselingi cengar-cengir yang nggak jelas. Entah karena mulai grogi atau karena emang kelakuannya kayak gitu. Kontras sekali dgn "calon-istri"-nya yang selalu menunduk.

Setelah usai mengaji, mulailah khotbah nikah diberikan (eh bener nggak sih khotbah dulu?). Nah, mulailah Enda agak serius, matanya menatap terus ke petugas KUA, jarang sekali berkedip apalagi nyengir, paling banter juga manggut-manggut, mungkin dia belagak ngerti.

Setelah khotbah, acara puncak pun dimulai: ijab kabul. Tegang, itulah kesan yang gue dapat saat melihat ekspresi wajah Enda & Nita. Petugas KUA dengan cerewetnya ngomong ini-itu, entah apa aja yang diomongin udah lupa gue. Setelah kecerewetan berakhir, Ayah Nita memegang tangan Enda dan mengucapkan: "saya nikahkan.." dan dibalas oleh Enda: "saya terima...". Wah, hebat juga si Enda, berhasil melakukannya dengan satu napas, meskipun saat itu terlihat sekali wajahnya tegang boanget. (pas baca ini, gue yakin si Enda pasti mencari dalih untuk mengelak kalo dia sebenernya nggak tegang hehehe...)

Oh, ya. Gue lupa bilang, sebelum ijab kabul, kepala mereka berdua dikerudungin. Aneh... ngapain juga dikerudungin, kayak lenong aja. Tradisi kali yaakk..

Setelah ijab kabul, ada semacam pernyataan yang harus ditanda tangani Enda. Pernyataan itu dibacakan oleh petugas KUA, dan Enda harus mengikutinya. Hmmm...rona tegang masih terlihat, dan ada sedikit kegugupan dalam kata2 Enda. Enda sempat terdiam sejenak, karena bingung, mungkin dia nggak bisa menyimak dengan baik. Poor Enda...hhehehe...

Acara tangis-tangisan sambil sungkem (hmm..kebalik ya?), sangat mengharukan. Terus terang, gue tersentuh, ngebayangin kalo gue nikah nanti...arrrggghhhh...

Setelah itu, dilanjutkan dengan acara norak-norakan, apalagi kalau bukan suap-suapan, saling meminumkan, dan saling berciuman (hush!!). Yang menarik, saat tarik-tarikan ayam, eh, nggak taunya si Nita dapet bagian yang gede banget Enda cuma seuprit paha. Wah..pertanda apa itu ya?

Wah sori ya teman-teman, setelah gue melihat acara tarik-tarikan ayam, gue dalam kondisi lapar berat, jadi dengan sangat terpaksa merangsek meja makan, dan berhasil menduduki peringkat antrian kedua. Gue nggak tau lagi apa yang terjadi dengan mereka berdua.

Jam 11:00
Perabot gamelan mulai berbunyi, hmm.. pertanda penganten mau masuk nih. Buru-buru gue menghabiskan kue sus yang ada di tangan gue, dan masuk ke dalam ruangan. Dung-sreng!! Si Enda pake baju PINK! Buset nih orang, mbok ya inget kulit..hehehe.. Tapi nggak apa-apa kok Nda, elu terlihat putih sepanjang acara itu.

Yah, selanjutnya, seperti layaknya pesta pernikahan, suasananya makin lama makin crowded. Wajah-wajah yang tidak asing mulai berdatangan. Andri, Made dengan sekretarisnya yang putih banget (hmm.. kombinasi banget sama banget hehehe...), dan Jimmi.

Wah, kemana ya, teman-teman Toelalieth lain? Kok belum berdatangan. Sepertinya mereka telat.

Yang ditunggu-tunggu, akhirnya datang juga. Nurul kuruuusss banget (banyak pikiran kali yak, makanya kawin Nur, biar gemuk..hehehe..), Kiki berbaju merah (mengclaim tidak bisa hadir akad nikah, karena....hehehe..), Ameng & Dini (hmm..Ameng rupanya mulai menjadi kurus sekarang), Isman & Lia (kalian berdua kok sama-sama abstrak ya kelakuannya..heran deh gue). Yoki? hmm...berpasangan dengan siapa ya kemaren? yang jelas doi rapi jali, berjas rapi, mungkin dibalik jas itu tersimpan jubah supermannya.

Desi...yap, gue sempet liat Desi, tapi nggak sempet menyapa. Hmm..siapa lagi ya toelers yang kemarin datang... Maula! ya, dia datang, tapi cukup manglingi, keliatan tambah dewasa (nggak kayak Yoki, makin lama makin kartun). Yogi tidak datang, kalau nggak salah lagi acara ngelamar, sebentar lagi doi mau menyusul Enda. Bedul, tuh anak sakit jiwa, nelpon dari Jepang ke HP-nya enday sampe lamaaa banget, semua orang di kawinan itu diajakin ngobrol, kayaknya udah kangen berat sama orang-orang.

Anak SMA 3? wah..boanyak banget, susah disebutin satu per satu. Rame banget dah pokoknya.

Yah begitulah, sekilas cerita dari gue. Kalo ada salah-salah di kata, maapin gue ya...

Bimo H. Purbo

Kebodohan Baru Saja Lewat - 2

Seru! :-) Itu yang gua rasakan saat membaca tribute dan comment dari poeticpoetri.
Btw, sah-sah aja nggak sih kalo gua bikin klarifikasi? Maklum, gua pendatang baru di komunitas Blog, jadi rada2 Ga-Blog (Gagap Blog). Rasanya kok jadi kayak mailing list ya...hehehehe...

Gua setuju dengan konsep: semua orang berhak untuk memilih hidup dan kehidupannya. Tidak hanya berhak, tapi juga bebas untuk memilih. Dan kebebasan ini berlaku untuk semua konteks, lahir maupun batin.

Tapi sayangnya, tidak semua orang bebas memilih. Ada orang2 yang menetapkan pilihan karena terpaksa, bisa karena keadaan, bisa karena dipaksa, bisa karena ketidaktahuannya atau karena hal2 lainnya.

Jadi apa nih hubungannya dengan kebodohan penjual gelas keliling? Titik korelasinya ada di lingkup kebebasan memilih. Andai saja penjual gelas itu lebih pintar, dia tentu akan memiliki alternatif pilihan yang lebih banyak. Dengan logika-logika sederhana ekonomi, menjual gelas keliling bukanlah pilihan yang pintar.

Dari sisi lain, kebodohan itu relatif. Buat si penjual gelas, mungkin saja hal itu sesuatu yang sangat pintar, karena sebelumnya dia tidak bekerja sama sekali atau malah mungkin berasal dari komunitas peminta-minta. Menjual gelas keliling mungkin buat dia adalah suatu quantum leap. Unfortunately, reality bites. Sesuatu yang menurut dia pintar, bisa jadi tidak memberikan kontribusi berarti untuk peningkatan taraf hidupnya.

Moral of the story: banyak orang2 di sekitar kita yang terjebak dalam lingkaran setan kebodohan. Kebodohan yang dia miliki tidak mampu membuatnya hidup lebih baik. Pada akhirnya, dia semakin tenggelam dalam kemiskinan.

Lalu apa hubungannya dengan kaum kapitalis-sosialis sudah saatnya bangkit? Kalau diterjemahkan dalam bahasa sehari-hari: wahai orang2 berduit, bantulah orang-orang di sekitarmu, supaya mereka tidak bodoh lagi, bisa hidup lebih baik, dan terlepas dari lingkaran setan kebodohan.

Thursday, November 07, 2002

Kebodohan Baru Saja Lewat

Tadi siang, gua melihat pemandangan yang menyedihkan. Seorang pedagang asongan, menggendong sebuah kardus besar di bahunya, berkeliling kompleks perumahan gua. Tangan kirinya menahan beban kardus, sedangkan tangan kanannya memegang 'contoh' barang dagangan. Berjalan sambil berteriak: Gelass...Gelass...

Respon pertama gua melihat pemandangan itu: Kebodohan baru saja lewat. Betapa bodohnya orang itu. Apa mungkin laku menjual gelas keliling?

  1. Gelas bukan barang yang biasa dibeli di pinggir jalan. Orang lebih suka pergi ke pasar atau supermarket untuk membeli gelas.
  2. Orang cenderung memilih bentuk/model saat membeli gelas. Pedagang asongan jelas tidak bisa memberikan lingkup pilihan yang luas.
  3. Gelas bukan barang yang sering dibeli (coba ingat2, kapan terakhir kali keluarga kita membeli gelas?).
  4. Gelas merupakan salah satu barang yang memiliki Stock Turnover Ratio yang jelek. Sedangkan pedagang asongan biasanya hidup dari hari-ke-hari, jadi sangat2 kecil sekali kemungkinannya dia bisa mendapatkan uang untuk menghidupi hari.

Andai saja orang itu cukup pintar dan bisa memahami logika sederhana di atas, mungkin dia tidak akan berjualan gelas keliling.

Dari tangan orang-orang bodoh akan lahir sikap dan perbuatan yang bodoh. Sikap dan perbuatan bodoh akan membuat mereka tetap menjadi orang bodoh. Kebodohan itu akan diwariskan kepada keturunannya karena mereka tidak mampu membeli penghidupan serta pendidikan yang dapat mengubah kebodohan. Lingkaran setan kebodohan tidak pernah putus.

Kaum kapitalis - sosialis sudah saatnya bangkit.

Googlism for: bimo

bimo is growing both in both rural and in urban areas
bimo is a comprehensive program of on
bimo is one of the wayang
bimo is a student of history
bimo is a limited company
bimo is a company of the irplast group
bimo is teamwork and organisation
bimo is assigned as a crown
bimo is a singer/songwriter from cabinteely
bimo is educated and has high prestige among the villagers
bimo is available for the following cars
bimo is available in the classic dimensions 7x15
bimo is ned da? grisu meldet sich kurz ab
bimo is het nieuwste model van aez
bimo is honest although sometimes emotional
bimo is by no means only a traditional one
bimo is higher than an nzymo
bimo is an excellent negotiator and found it entertaining to watch me squirm as he threatened to call off my purchases unless a shopkeeper gave me a 50 cent
bimo is in mechanical and production engineering
bimo is onderdeel van de aez designline

Ajaib

Seharian ini, produktivitas kerja gua rendah sekali. Gua lebih banyak ngebacain Blog orang. Mulai dari Enda, Nita, Ilsa, Priska, Adit, Ninit (yg ternyata ceweknya Adit), Dita, Amadhea, Mochi Ice Cream, Farid, Alfa Harahap, Tutup botol, warna warni... Uniknya, dari semua itu, yang gue kenal secara riil cuma Enda, Nita, dan Ilsa. Yang lainnya? Wah, boro-boro deh.

Lucu juga. Cuma dengan membaca Blog, gua jadi bisa mengenal mereka. Jiwa dan karakteristik pribadi, seolah-olah terpetakan dengan jelas di situ. Imaging yang terjadi dalam otak gua tidak lagi membutuhkan kontak fisik, cukup melalui kata-kata.

Dunia blog memang ajaib.

Wednesday, November 06, 2002

NGUNGSI

Berhubung fasilitas di blogspot.com terbatas (nggak bisa upload image, dll)
diputuskan untuk pindah ke tripod sajah. http://bimohp.tripod.com

Comment2 sebelumnya, leungit siah! (=lenyap). enetation.co.uk tidak reliable, terpaksa dipindah ke BlogOut. Maap buat teman2 yang sudah mem-posting comment-nya.

Designer & Programmer = Anjing & Kucing

Seorang teman di BaliCamp bercerita bahwa rekan kerjanya -- seorang programmer -- memplesetkan iklan A Mild: setiap gue tau codingnya, ada yang ganti desainnya. Buat orang yang tidak pernah berkecimpung di programming, atau programmer yang bekerja single-fighter, ungkapan itu pasti membingungkan. Tapi buat sebagian orang yang pernah terjebak dalam late-night-software-development, kata-kata itu merupakan ungkapan yang pas, menggambarkan bagaimana menyebalkannya seorang designer (a.k.a analyst) di mata programmer.

Software project merupakan sesuatu yang cenderung abstrak. Kita tidak pernah tau secara utuh, apa yang sebetulnya akan dibuat. Kepingan2 software baru bisa terbayangkan dengan jelas saat project sudah berjalan, yaitu saat aktivitas penggalian keinginan customer dilakukan (istilah kerennya: customer requirements gathering). Memang mirip-mirip beli kucing dalam karung. Bedanya mungkin, karung yang satu ini masih bisa diintip-intip. Kalau lagi beruntung, lubangnya bisa gede. Kalau lagi sial (and mostly is), lubangnya keciiilll banget, sampai-sampai kita mungkin nggak tau, ada kucingnya atau nggak. Akhirnya ditempuh jalan gambling.

Dimana-mana, yang namanya gambling, pasti butuh nyali, butuh guts. Ada yang bilang, orang bernyali besar dengan orang yang bodoh, bedanya tipis. Dan kadang, semakin bodoh orang, semakin besar nyalinya. Celakanya, banyak orang bodoh di software project (hey, that's including me, though I think I'm much smarter now :-)). Kenapa bisa bodoh? Udah tau barangnya ditutup karung, masih yakin juga kalau isinya sesuai dengan yang dipikirkan. Begitu dibuka, gonjreng! Ternyata membuat kantung kempes (=overbudget), never-ending-lembur (=overschedule), membuat orang frustasi (=high turnover), membuat kuping panas (=customer ngomel).

Unfortunately, dunia software project memang dunia kucing dalam karung, terlepas dari orangnya bodoh atau pintar, bernyali atau tidak. Mungkin ini takdirnya para software developer, yang selalu harus membeli dalam karung. Atau jalan hidupnya para customer, yang selalu menjual menggunakan karung.

Manusia belajar, bagaimana caranya supaya kucing dalam karung bisa diintip sedetil-detilnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dengan biaya yang semurah-murahnya. Perlu dicatat disini: ngintip ke dalam karung itu susah, karena butuh waktu, butuh duit, butuh keahlian. Sementara, customer kepengen cepet, nggak pengen keluar duit, nggak mau repot-repot membuka karung.

Bermunculanlah berbagai macam akal-akalan dalam rangka mengerjakan software project dengan sukses, ada yang namanya waterfall, spiral, unified framework, sampai agile programming. (nggak ngerti? jadikanlah Google sebagai penolongmu). Untuk project sederhana, waterfall merupakan teknik yg paling populer karena layaknya aliran air, prosesnya natural (alias nggak usah banyak mikir). Tapi untuk project-project menengah sampai besar, jangan sekali-kali ber-waterfall, karena hampir bisa dipastikan, project tersebut akan freefall.

Lalu apa hubungannya basa-basi panjang lebar di atas dengan Programmer & Designer yang bagaikan anjing dengan kucing? Sebelumnya kita lihat dulu, apa sebetulnya peran programmer & designer dalam sebuah software project. Designer (atau analyst) bertugas menganalisis apa-apa saja yang akan dibuat, kemudian dituangkan dalam bentuk desain. Desain tersebut dilimpahkan ke programmer untuk diimplementasikan dalam bentuk program (istilahnya: coding).

Seperti tadi sudah disampaikan, kita tidak pernah tau secara utuh, seperti apa software yang akan dibuat. Karena kita tidak tau secara utuh dari awal, maka desain yang dibuat oleh desainer, dapat berubah-ubah seiring jalannya waktu. Berubah bisa berarti bertambah, atau bisa berarti diganti dengan hal lain yang sama sekali berbeda. Nah, perubahan-perubahan inilah yang tidak disukai oleh programmer. Udah capek-capek dibuatkan programnya, eh ternyata desainnya diganti. Walhasil, program tersebut tidak terpakai sama sekali.

Sebetulnya, ada taktik-taktik khusus untuk mengantisipasi perubahan desain seperti itu. Tapi yang namanya taktik, belum tentu 100% berhasil, kemungkinan gagalnya pasti ada. Celakanya, semakin rewel sang customer, biasanya semakin tinggi tingkat perubahan desain.

-- Semakin rewel sang customer, maka semakin runcing permusuhan antara designer & programmer.

Wait, I didn't mention Project Manager at all. Maybe next time. For those who have a high interest in project management, Software Project Management is the must read book.

Sepertinya quote di atas perlu ditambah:

-- Semakin rewel sang customer, maka semakin runcing permusuhan antara designer & programmer.
    Project Manager lah yang dapat mengatasi semua itu.

Hmm...an idea just popped up: setiap gue tau codingnya, ada yg ganti desainnya (perseteruan antara programmer dan designer).
Evolusi Cita-Cita

TK:
Bapak, Ibu, Oom, dan Tante, sering bertanya pertanyaan klasik: kalau besar mau jadi apa? Dijawab: "Insinyul". Jawaban yang singkat dan tanpa mikir. Gara2 bokap insinyur, kayaknya cuma itulah satu-satunya cita-cita yang ada di dunia.

SD:
Ditanya lagi pertanyaan yang sama. Jawabannya mulai rada mikir dan cari yg mentereng: "Arsitek". Tapi tetep aja, jawaban yang ngasal juga. Nggak tau apa2 tentang arsitek, taunya cuma: arsitek itu tukang gambar rumah, hasil gambarannya bagus-bagus dan njelimet.

SMP:
Cita-cita jadi arsitek udah nggak ada lagi di kepala, karena udah sadar diri: kagak bisa nggambar. Jawabannya udah melenceng jauh: "tentara". Yang satu ini muncul karena terpengaruh aktivitas Pramuka yang rada2 militeristik, kayaknya seru juga hidup ala militer. (my first love sempet ngedumel gara2 tentara ini).

SMA:
Di sini cita-cita mulai chaotic, nggak jelas, nggak karu-karuan. Untungnya, saat kelas 3 muncul pola pikir ajaib: 'lulus UMPTN adalah pencapaian terbesar' dan masuk ITB adalah 'cita-cita mulia' (mengutip seorang pengajar SSC, dengan logat jawanya yang sangat kental: 'Pokoknya I-Te-Be').

Kuliah:
Tingkat I:
Ingin membuat industri robot. Langkah awal: beli buku 'Fundamental of Robotics'. Hmmm...sampai detik ini buku setebal bantal itu cuma terbaca kira2 20-an halaman: tidak menarik & njelimet.
Tingkat II:
Terpengaruh pola pikir sosialis, karena kebanyakan nongkrong di Student Center. Cita-cita berubah drastis: bagaimana caranya menjadi seorang kapitalis yang sosialis? Gampang: kumpulkan kapital sebanyak-banyaknya dan manfaatkan untuk orang banyak. (Yupp...main obstacle: kalau udah dapet kapital banyak, bisa lupa diri. God Help Me).

Pilih mana:
Jadi orang kaya tapi bisa menyumbang banyak,
atau
jadi orang biasa-biasa aja tapi nggak pernah nyumbang
atau
jadi orang miskin tapi sombong?

Today:
Masih miskin tapi sombong.

Tuesday, November 05, 2002

Akhirnya, Blog ini Up and Running.... Setelah diubah sana-sini, diganti skin-nya, edit template, save changes & publish, jadilah.... Dibuat karena terinspirasi oleh Enda, teman lama sejak SMA dulu. Rasanya asik juga, menulis ini itu di Blog, meskipun kadang nggak ada juntrungannya. Kalau pikiran lagi ngaco, yang muncul tulisan kagak jelas. Kalau lagi jadi wise guy, yang keluar tulisan lebih nggak jelas lagi.... Akhirnya, setelah dipikir-dipikir, ditimbang-timbang, it's worth to have one. Sayangnya masih ada yang kurang: comment page? Sepertinya perlu sneak & peek dulu di blog-nya Enda.
Well, This is the beginning of my blog. As usual: Test, Test, Test.